Sunday, 12 December 2010

Christian music lyrics and chords: Amy Grant|Lirik dan chord Lagu Rohani | True Worshippers |Lagu Sekolah Minggu| Maria Shandi | Hillsong United | Planetshakers

Christian music lyrics and chords: Amy Grant|Lirik dan chord Lagu Rohani | True Worshippers |Lagu Sekolah Minggu| Maria Shandi | Hillsong United | Planetshakers

Alleluia to Christ The Lord - True Worshippers

I will lift my heart and sing
I will worship You my King
Earth and Heaven now proclaim
Jesus Christ the mighty name

Through the storm and raging sea
I will never be alone
When my hope seems out of sight
I know You will shine Your light

Alleluia, alleluia, alleluia, alleluia to Christ the Lord

Dengan segenap hati kumenyembah memuji
Sampai seluruh bumi bersujud mengakui
Walau malam menepi, tak akan kusendiri
Kasih yang menerangi, Kau setia menanti

Alleluia, alleluia, alleluia, alleluia Kau Allahku

Saturday, 11 December 2010

Fungsi Bahasa Roh

Di mata Calvin, bahasa roh adalah sebuah karunia yang diberikan oleh Roh Kudus kepada orang percaya.10 Namun, karunia ini—sama seperti karunia yang lainnya juga—tidak serta merta diberikan kepada semua orang11 pada setiap saat, tetapi hanya diberikan oleh Roh Kudus dalam kondisi tertentu dengan tujuan tertentu.12 Sesuai dengan keyakinannya, semua karunia roh diberikan Roh Kudus kepada orang percaya dengan satu tujuan utama, yakni untuk membangun tubuh Kristus, sehingga penerapan karunia apa pun kalau bukan bertujuan membangun tubuh Kristus adalah pelanggaran dari tujuan Roh Kudus memberikan karuniakarunia tersebut.13
Sesuai dengan penjelasan di atas, karunia bahasa roh juga harus dipraktikkan demi pembangunan tubuh Kristus, yakni: pertama, karunia bahasa roh diberikan dalam hubungan yang sangat erat dengan pekabaran Injil. Tujuan karunia bahasa roh dalam aspek ini secara khusus ditemukan dalam catatan di Kisah Para Rasul. Pada saat itu, para rasul atau pekabar Injil di abad pertama mengalami keterbatasan karena faktor bahasa. Dengan memberikan kemampuan berbahasa asing kepada para rasul, Allah telah menghilangkan salah satu penghalang utama pekabaran Injil. Hal ini dapat dibaca lewat komentarnya atas peristiwa para murid berbahasa roh pada hari Pentakosta:
The diversity of tongues did hinder the gospel from being spread abroad any farther; so that, if the preachers of the gospel had spoken one language only, all men would have thought that Christ had been shut up in the small corner of Jewry.14
Dalam khotbahnya di hari Pentakosta, ia juga mengungkapkan bahwa Roh Kudus memberikan manifestasi bahasa roh kepada para rasul dengan dua tujuan, yakni agar Injil dapat disampaikan kepada segala bangsa dalam bahasa mereka masing-masing dan agar konsep yang salah bahwa keselamatan hanya disediakan bagi bangsa Yahudi dapat dibuang, seperti yang dapat dibaca lewat kutipan berikut ini:
It is true that it is said that all will speak the Hebrew language in order to join in a true faith, but the truth is better declared to us when it is said that all believers, from whatever region they may be, will cry, “Abba, Father,”invoking God with one accord; although there may be diversity of language. That, then, is how the Spirit of God wished to display His power in these tongues, in order that the Name of God might be invoked by all and that we might together be made partakers of this covenant of salvation which belonged only to the Jews until the wall was torn down.15
Pendapat di atas diperkuat dengan pernyataan dari rasul Paulus bahwa “karunia bahasa roh adalah tanda, bukan untuk orang yang beriman, tetapi untuk orang yang tidak beriman” (1Kor. 14:22). Bagi Calvin, kalimat di atas berarti karunia ini berfungsi sebagai sebuah mukjizat untuk dipertunjukkan kepada orang yang belum percaya agar mereka diyakinkan untuk menerima Injil, seperti yang dapat dibaca dari tulisannya:
The advantages derived from tongues were various. They provided against necessity— that diversity of tongues might not prevent the Apostles from disseminating the gospel over the whole world: there was, consequently, no nation with which they could not hold fellowship.16
Hasil dari pekabaran Injil adalah bangsa-bangsa yang datang dari aneka ragam latar belakang dan bahasa dapat bersatu di hadapan Tuhan, seperti yang tertuang dalam pikirannya: “But God did furnish the apostles with the diversity of tongues now, that he may bring and call home, into a blessed unity, men which wander here and there.”17
Konsep yang sama diungkapkannya ketika mengomentari kejadian di rumah Kornelius (Kis. 10:46) dengan mengatakan bahwa “that the tongues were given them . . . seeing the gospel to be preached to strangers and to men of another language.”18
Kedua, praktik bahasa roh dalam pertemuan jemaat. Bagi Calvin, bahasa roh—sama dengan karunia yang lain—memiliki satu tujuan utama, yakni untuk membangun jemaat19 dan membawa berkat bagi semua orang (for the common benefit).20 Supaya dapat membangun jemaat, maka semua bentuk praktik bahasa roh harus dapat dimengerti oleh orang-orang yang hadir dalam pertemuan ibadah tersebut, seperti yang dapat dibaca dalam tulisannya:
For the gift of tongues was conferred— not for the mere purpose of uttering a sound, but, on the contrary, with the view of making a communication. For how ridiculous a thing it would be, that the tongue of a Roman should be framed by the Spirit of God to pronounce Greek words, which were altogether unknown to the speaker, as parrots, magpies, and crows, ar taught to mimic human voices!21
Sesuai dengan pengajaran rasul Paulus di 1 Korintus 12-14, Calvin menerapkan prinsip bahwa dalam setiap pengajaran yang menggunakan bahasa roh harus diterjemahkan ke dalam bahasa yang dimengerti oleh semua pendengar; dan seandainya tidak ada penerjemah, maka tidak seorang pun diizinkan berbicara dengan bahasa roh dalam pertemuan ibadah.22 Baginya, karunia bahasa roh yang dipadukan dengan karunia menerjemahkan menghasilkan karunia bernubuat, seperti ungkapannya: “For if interpretation is added, there will then be prophecy.”23
Sebaliknya, praktik bahasa roh yang tidak diterjemahkan dalam sebuah pertemuan ibadah merupakan sebuah pelanggaran atau penyalahgunaan, yang digambarkan Calvin dengan berbagai istilah berikut: (1) Misdirected ambition: sebuah ambisi untuk menyombongkan diri24 atau mempertontonkan kehebatan pribadi dalam barbahasa asing di balik praktik berbahasa roh di hadapan umum;25 untuk hal ini Calvin menyebut bahasa roh sebagai empty vauntings.26 (2) Speaking to no purpose: sebuah praktik berbahasa asing yang tidak membawa manfaat apa pun bagi pendengar, yang menurut Calvin bahwa “thy voice will not reach either to God or man, but will vanish into air.”27 (3) Speaking as a barbarian: sebuah manifestasi bahasa roh yang membingungkan para pendengar karena pada dasarnya tidak ada seorang pun yang mengerti;28 para pendengar pada gilirannya nanti akan menghina mereka yang berbahasa roh, yang oleh Calvin digambarkan sebagai “how foolish then it is and preposterous in a man, to utter in an assembly a voice which the hearer understand nothing – in which he perceives no token from which he may learn what the person means!”29
Ketiga, praktik bahasa roh dalam doa orang percaya. Sehubungan dengan hal ini, Calvin berpegang kepada prinsip bahwa semua doa harus diucapkan dalam bahasa yang dapat dimengerti. Baginya, doa tanpa pengertian tidak mungkin diterima oleh Allah, seperti yang dapat dibaca dalam tulisannya: “But this must be fully admitted: that it is by no means possible, either in public prayer or in private, that the tongue without the heart is accepted by God.”30 Di bagian lain, ia menulis bahwa berdoa dalam bahasa roh namun tanpa pengertian adalah sebuah pelanggaran atas fungsi dan tujuan dari karunia tersebut, sehingga tindakan tersebut merupakan sesuatu yang tidak berkenan kepada Allah.31 Ia bahkan mengritik gereja Katolik Roma yang saat itu mempraktikkan hal ini, menurutnya:
It is also plain that public prayers are not to be couched in Greek among the Latins, nor in Latin among the French or English (as hitherto has been everywhere practiced), but in vulgar tongue, so that all present may understand them, since they ought to be used for the edification of the whole Church, which cannot be in the least degree benefited by a sound not understood.32
Hal yang sama juga diajarkannya mengenai doa pribadi ketika ia menulis bahwa “the tongue is not even necessary to private prayer.”33 Namun, ia memberikan sebuah pengecualian penggunaan bahasa roh dalam doa, yakni ketika seseorang dalam kondisi yang sedemikian rupa sehingga tidak mampu mengucapkan kata-kata dan secara spontan mengeluarkan bahasa roh atau bahasa tubuh lainnya. Tetapi, dalam kondisi demikian pun, orang tersebut tidak boleh kehilangan pengendalian atas pikiran dan pengertian, seperti yang ia tuliskan:
For although the best prayers are sometimes without utterances, yet when the feeling of the mind is overpowering, the tongue spontaneously breaks forth into utterance, and our other members in gesture. Hence that dubious muttering of Hannah (1Sam. 1:13), something similar to which is experienced by all saints when concise and abrupt expressions escape from them..34